Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah karakter yang
harus dimiliki oleh seorang muslim. Dengan menjadi pribadi yang bermanfaat kita
dapat memberikan dampak positif bagi diri kita dan orang lain. “Kuncinya orang
hidup itu harus banyak belajar yang baik, dan rajin, kalau bekalnya baik
tinggal mengembangkan saja” itulah yang dikatakan Drs. KH. Em. Nadjib Hassan.
Pria kelahiran Kudus, 25 November 1956 ini merupakan ketua Jl.Menara No.01, hal
tersebut membuat beliau sangat cinta dengan kota Kudus.
KH. Nadjib Hassan menempuh Pendidikan di Madrsah
Qudsiyyah sejak memasuki jenjang MTs. Dari sinilah beliau mulai mempelajari
ilmu agama, walaupun beliau tidak pernah mondok, tetapi beliau sering mengikuti
kegiatan-kegiatan keagamaan seperti Batshul Matsail, Munadharoh, dan lain lain.
Disinilah beliau dapat bertemu dan mengenal para masyayikh, diantaranya KH.
Sya’roni ahmadi, KH. Turaichan Adjhuri, dan Kyai Yusuf Muhammad. Setelah lulus
dari Qudsiyyah belisu melanjutkan kuliah di IAIN Yogyakarta dan dimintai untuk
menjadi dosen disana, tetapi beliau menolak dan memilih kembali untuk berkiprah
di Kudus.
Saat beliau sudah di Kudus, beliau diamanahi untuk
memimpin Yayasan Menara, sekaligus mengajar di Madrasah Qudsiyyah, tempat
beliau menuntut ilmu. Beliau juga mendapat banyak tawaran pekerjaan, tetapi
beliau selalu menolak dan memberikan pada orang lain, karena beliau ingin
berkiprah di Masyarakat.
Pada tahun 1987, beliau diangkat menjadi Katib NU,
padahal sebelumnya beliau tidak pernah mengikuti kegiatan di Tingkat ranting
maupun MWC, tapi akhirnya beliau tetap menjalaninya dengan niat aktif di NU
sekaligus beliau belajar, karena menurut beliau belajar itu dapat dilakukan
dimana saja dan kapan saja, tidak terbatas dibangku sekolah atau kuliah.
Pada tahun 1990, RSI Sunan Kudus didirikan, lalu
beliau diutus menjadi manager rumah sakit dari situ beliau banyak belajar
tentang management rumah sakit, dan beliau yakin bahwa semua bisa dilakukan
asalkan ada kemauan “Kabeh-kabeh iku angger dilakoni” itulah ujar beliau.
Semakin banyak kagiatan, menurut beliau akan menambah
semakin banyak wawasan. Jika mempunyai wawasan banyak pasti mempunyai konten
dan bahan yang banyak pula.
Beliau berpesan “Tugas kita sebagai pelajar adalah
banyak Mutholaah, banyak belajar, dan diskusi. Yang termasuk kelemahan dari
kalangan Nahdliyyin adalah kurang terbiasa menulis” Hal ini dahulu telah
dikritik oleh Cak Nun, beliau mengatakan bahwa NU kaya katalog tapi miskin
metode.
Prinsip beliau dalah “Yang paling kunci dari semuanya
adalah mendidik orang untuk berfikir secara sistematis”, karna pemikiran yang
sistematis dapat diterapkan dalam semua aspek, baik dalam pendidikan, penerapan
dalam Masyarakat, dan dalam bidang apapun. Berkat prinsip tersebut beliau dapat
mengikuti banyak kegiatan dengan baik, meskipun tidak sesuai dengan
pendidikannya, dan beliau berharap santri santri milenial zaman sekarang dapat
berpegang pada prinsip tersebut untuk mencetak generasi yang dapat beradaptasi
dalam lingkungan seperti apapun.