Qudsiyyahputri.com. KH. M MA’RUF IRSYAD. lahir pada hari ahad pon, 27 muharrom 1358 H. Yang bertepatan dengan 19 maret 1939 M. Di langgardalem, Kota, Kudus. Dari pasangan KH. Irsyad dan Hj. Munijah. Kyai Ma’ruf merupakan anak ke -9 dari sepuluh bersaudara. Namun yang hidup dari sepuluh bersaudara tersebut sampai dewasa hanya 5 yaitu: ibu Hj. Ruqoyyah, H. Mas’ud , KH. Selamet Solichul Hadi, Hj. Zubaedah, dan KH. M. Ma’ruf Irsyad. Ayah beliau berasal dari Balung Kendal, Balerejo, Dempet, Demak dan merupakan seorang sufi yang saleh dan handal mengaktualisasikan kitab-kitab salaf.
Menurut statement sosiolog, ’’garis keturunanbagi seorang kyai dipandang sebagai suatu faktor yang menyebabkan seorang menjadi kyai besar’’. Disamping pengetahuan dan ilmu agamanya yang luas .
Mungkin ini juga yang menjadi salah satu faktor KH. Ma’ruf irsyad akhirnya menjadi kyai besar. Garis keturunan belia jika ditarik ke atas adalah Ma’ruf bin Irsyad bin Kertonadi bin Ahmad Yasir bin Syariban bin syeh Dzakirin kemudian nasab beliau berlanjut sampai pada pangeran kadilangu Demak.
Bahkan sejumlah kalangan mempercayai bahwa kyai ma’ruf irsyad termasuk keturunan Raden syahid Sunan Kalijaga Demak yang merupakan salah satu Walisongo.
Adapun ibunda kyai ma’ruf adalah putri dari mbah sumo masijan seorang tukang jagal kerbau yang tersohor sebagai ahli bidang ilmu supranatural yang berdomisilih di kota kudus, yang konon berasal dari kadilangu demak.
Masa kecil
Sejak kecil beliau sudah merasakan pahitnya kehidupan. Menginjak umur 3 tahun beliau sudah menjadi yatim, ayah beliau KH.irsyad menghaap illahi robbi tepatnya pada tahun 1942 M. Dimasa penjajahan jepang.
Otomatis ibunda beliau Hj. Munijah mempunyai peran ganda, selai sebagai ibu rumah tanggga, beliau juga harus menompang perekonomian keluarga. Sudah barang tentu sebagai anak-anak yang birrul walidain putra-putri mbah mun (sapaan akrab Hj. Munijah) saling bahu membahu membantu ibundanya. Walaupun masih kecil kyai Ma’ruf tidak mau ketinggalan.
Usaha mbah mun adalah membuat kue atau jajanan, sementara ma’ruf kecil bertugas menyetorkan ke warung warung. Pagi-pagi sekali beliau mengantarkan kue atau jajanan tersebut, namun beliau sering terlambat ke sekolah, dan harus rela mendapat hukuman . karena sering terlambat akhirnya guru-guru beliau mengetahui kondisi beliau kemudian memakluminya.
Sore harinya setelah pulang sekolah ma’ruf kecil kembali ke warung-warung tadi untuk mengambil uang dari hasil penjualan jajanan. Terkadang disaat menunggu ma’ruf kecil diperintah oleh sang pemilik warung untuk mencuci piring tanpa upah. Sebagai anak yang masih polos beliau menjalaninya dengan penuh keikhlasan karena semua ini pasti ada hikmahnya.
Tidak hanya itu sejak masih kecil beliau sudah terampil merajut kain untuk dibuat toplek (kopiyah), karena tidak mempunyai modal beliau menjadi buruh kepada juragan kopiyah. Dari hasil jeri payah membuat toplek tersebut beliau gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pencarian ilmu
Kesungguhan dan semangat belajar beliau memang sudah tampak menonjol sejak masih kecil, walau rintangan membentang tak jadi masalah bagi beliau.
Awal pendidikan beliau dimulai di pesantren kediaman beliau sendiri. Ma’ruf kecil bersama dengan kakaknya yang bernama solichul hadi, belajar pula mengaji pada kakak iparnya KH.rif’an yang pada saat itu pengasuh pesantren raudlatul mutta’allimin setelah peninggalan mbah irsyad.
Walau kecerdasan ma’ruf kecil tidak dalam kategori istimewa namun beliau mempunyai himmah yang kuat untuk belajar ilmu-ilmu agama, dan sangat tekun mengisi waktunya dengan menuntut ilmu-ilmu agama. Beliau benar-benar memanfaatkan waktunya dengan mendatangi majlis-majlis para tokoh ulama kota kudus yang menjadi rujukan umat di zamannya. Diantaranya guru-guru beliau adalah KH. Ma’ruf Asnawi, KH. Turaikhan Adjuhri, KH. Arwani Amin, KH. Hambali, KH. Ma’mun Siroj, KH. Sirojuddin, dan KH. Sya’roni Ahmadi.
Disamping mengaji diberbagai majlis ta’lim kepada kyai, ma’ruf kecil juga pernah mengenyam pendidikan formal. Beliau pertama kali belajar di SD demangan kudus, namun beliau hanya sampai kelas 5 saja. Dikarenakan ingin mendalami ilmu-ilmu agama beliau pindah ke MI TBS kudus yang pada saat itu masih di ampu oleh guru-guru favorit beliau. Hingga dilanjutkan ke jenjang tsanawiyyah. Sorenya beliau belajar di madrasah mu’awanatul muslimin yang konon merupakan madrasah tertua di kudus.
Hebatnya, meski masih kecil, setiap beliau mendaftar sekolah ma’ruf kecil selalu datang sendiri tanpa diantar seorang wali sebab beliau tidak mau menyusahkan orang lain. Itu karena sosok mandiri beliau yang sudah tertanam sejak masih kecil dan atas dasar keinginan yang kuat untuk menunaikan kewajiban menuntut ilmu.
Pernikahan
Pada saat itu putri dari KH. Ma’ruf Asnawi yaitu nyai Salamah adalah kembang desa yang menjadi buah bibir karena kecantikannya. Selain berparas cantik dan putri dari seorang kyai tentu kesolehannya sudah tidak diragukan lagi, mungkin itu penyebab para pelamar dari orang-orang kaya hingga para pejabat berlomba-lomba ingin mendapatkannya.
Akan tetapi mbah ji (sapaan akrab KH. Ma’ruf Asnawi) seorang kyai alim yang terkenal dengan kezuhudannya. Hanya saja beliau menginginkan seorang menantu yang berkompeten dalam bidang ilmu agama.
Seakan seperti sayembara, setiap ada pelamar mbah ji menyodorkan kitab kuning untuk dibaca sambil berucap ‘’njenengan sampun saged nopo kok sampun wonten ngelamar putri kulo.’’ Mengetahui persyaratan tersebut banyak para pelamar yang menyerah satu persatu atau dalam kata lain menyerah sebelum bertanding.
Sikap mbah ji sepertinya memberi isyarat bahwa putrinya hanya akan diberikan kepada murid kesayangan yaitu M. Ma’ruf Irsyad seorang pemuda yang alim dan berkepribadiaan mulia. Akhirnya gayung pun bersambut mbah mun meminang putri mbah ji untuk putra kesayangan.
Pernikahan M. Ma’ruf Irsyad dan ibu Salamah jatuh pada hari selasa pon 11 mei 1965 M. Bertepatan dengan hari kemenangan islam sedunia plus buka luwur sayyid ja’far shadiq sunan kudus 10 muharrom 1385 H. Walaupun pernikahan tersebut dilaksanakan secara sederhana akan tetapi tetap berlangsung dengan sangat khidmat.
Dari pernikahan ini beliau di karuniai 6 anak yaitu: Hj. Uswah Ma’ruf (kauman menara kudus), kami murtadlo (meninggal ketika berumur 1,5 tahun), Hj.Ulfa Ma’ruf (cendono kudus), Hj. Khorin Nida (janggalan kudus), Hj. Sailin Nihlah (bareng kudus), Hj. Dini Fakhriyati (langgar dalem kudus) ketiga diantaranya merupakan hamilatul qur’an.
Masa-masa sulit
Setelah menikah. Beliau bersama istrinya harus berjuang secara mandiri untuk mengarungi samudra kehidupan dalam biduk rumah tangga. Untuk menghidupi diri dan keluarga, beliau mengajarsambil berkhidmah di madrasah qudsiyyah yang keadaannya masih sangat memprihatinkan. Belum semaju seperti sekarang, dengan hanya mengandalkan gaji guru pada masa itu sudah barang tentu perekonmian keluarga masih belum mencukupi. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengikuti tes seleksi PGA (PNS guru agama) dengan tujuan meringankan beban madrasah agar tidak perlu menggaji beliau lagi dan mendongkrak perekonomian keluarga. Dan alhamdulillah beliau lulus seleksi dan menjadi guru PNS, walaupun sudah menjadi guru PNS beliau ditugaskan tetap mengajar di qudsiyyah.
Namun beliau menjadi guru PNS tidak belangsung lama, karena setiap pegawai negri harus masuk golkar yang pada saat itu belum ada kata ``partai’’nya. Padahal beliau tidak ingin berkecipung di catur kepolitikan, akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari PNS, banyak sekali yang menyayangkan keputusannya. Tapi bagaimana lagi? Tekat beliau sudah bulat tak bisa tergoyahkan lagi.
Setelah keluar dari PNS perekonomian beliau kembali terpuruk. Sebagai seorang muslim sejati beliau tidak mau hanya berpangku tangan, sebab allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubahnya.
Setelah mondar-mandir kesana kemari akhirnya beliau mendapatkan tawaran dari kakaknya sendiri yaitu; H. Mas’ud untuk ikut bekerja di toko kain ``barokah’’ kyai ma’ruf akhirnya bekerja di toko tersebut, setiap selesai mengajar sampai terbenamnya matahari.
Mengasuh pesantren
Pondok pesantren raudlatul muta’allimin yang didirikan mbah irsyad sebelumnya hanya bangunan yang secara fisik awalnya biasa saja, konon hanya terbuat dari bambu tidak semegah seperti sekarang , namun setelah KH.M. ma’ruf irsyad mulai mengasuh pesantren yang berdiri sebelum kemerdekaan ini, berangsur-angsur berkembang baik segi fisik maupun pendidikan.
Banyak para donator-donatur yang tidak segan menginfakkan hartanya kepada pesantren, bahkan jumlah santripun meningkat setiap tahunnya, hal itu disebabkan keuletan serta keikhlasan beliau. Hingga nama pondok pesantren raudlatul muta’allimin yang juga dikenal pondok jagalan, sekarang lebih masyhur dengan sebutan ``pondok kyai ma’ruf.’’
Setiap santri dianggap seperti anak sendiri tanpa pandang bulu, para santrimembayar iuran itu hanya untuk keperluan santri sendiri. Bahkan dulu tunggakan listrik pondok, kyai ma’ruf sendiri yang membayarnya. Dikisahkan bahwa setiap para santrinya yang memberikan bisyaroh, beliau selalu mengembalikannya dengan bentuk membelikan fasilitas-fasilitas untuk para santri.
Wadhifah
Kegiatan beliau sehari-hari sangatlah sibuk sangat tidak mungkin jika dilakukan oleh orang biasa. Setiap pagi beliau pergi mengajar ke berbagai madrasah diantaranya, madrasah qudsiyyah, TBS kudus, banat kudus, mu’allimat kudus, diniyah kradenan kudus, dan mu’awanatul muslimin kenepan kudus.
Siang hingga sore harinya jika tidak ada undangan beliau gunakan untuk istirahat dan menerima tamu. Rumah beliau terbuka lebar untuk para tamunya, siapapun yang datang kepada beliau akan dilayani dengan ramah. Bahkan tatkala menyajikan suguhan, dan tak jarang beliau sering mengangkat sendiri sajian dari dapur dan menyugukannya kepada para tamunya.
Malamnya, mulai magrib beliau sudah berada di masjid untuk berjamaah bersama para santri dan masyarakat. Dilanjutkan dengan pengajian rutin setiap ba’da magrib. Beliau punya prinsip tidak mau menerima undangan jika bersamaan dengan mengajar para santri.
Sehabis shalat isya’ kyai yang juga ketua dewan syuriah PC NU Kudus ini merupakan seorang muballigh yang handal. Hingga hampir setiap malam beliau harus memnuhi undangan ke berbagai daerah dan pulang hingga larut malam. Sesibuk itu beliau masih sempat bangun malam untuk menunaikan ibadah tahajud dan shalat ssunnah lainnya. Memang di lihat dari dzahirnya kelihatan sangat berat, namun jika sudah didasari dengan rasa cinta semua menjadi ringan melakukannya.
Setiap subuh beliau selalu ke masjid untuk berjamaah bersama para masyarakat sekitar dan para santrinya. Diceritakan,bahwa kyai ma’ruf setiap ba’da shalat subuh bulan sya’ban beliau membagi bagikan uang ataupun sarung kepada para masyarakat yang ikut berjama’ah, supaya masyarakat sekitar bersemangat untuk berjama’ah di masjid.
Keistiqomahan
Kyai yang berthoriqoh naqsabandiyyah kholidiayyah ini merupakan sosok yang istiqomah, itu terbukti setiap beliau mengajar ataupun mengisi majlis ta’lim, beliau tidak pernah absen kecuali udzur syar’i. Bahkan diceritakan bahwa beliau mengajar di majlis ta’lim karang malang selama 20 tahun tidak pernah absen sama sekali.
Problem solving
Setiap kali para santri mendapatkan masalah baik berupa tingkah laku maupun yang lainya kyai ma’ruf selalu memberi jawaban dan solusi. Padahal para santri belum mengutarakannya (disimpan dalam hati).
Kitab yang diajarkan
Kitab yang beliau ajarkan sangatlah banyak dan beragam, mulai dari kitab-kitab kecil sampai kitab yang besar, kitab-kitab ilmu fiqih hingga tasawuf. Diantara kitab yang beliau ajarkan adalah tafsir jalalain, jami’ shagir, riyadus shalihin, kifayatul atqiya’, majalisu tsaniyyah, irsyadul ibad, hadits buchori muslim, ihya’ ulumuddin, nashaihul ibad, durrotun nasihin, sulam taufiq, dll
Kepergian sang murobbi ruh
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Di usia senja beliau masih eksis dalam mengajar dan berdakwah, bahkan kegiatan beliau malah semakin padat , apalagi dibulan rajab (syahrullah), dan bulan sya’ban (syahru rosululilah). Terpampang jelas di kalender yang bisa dibuat mencatat jadwal pengajiannya terlihat banyak coretan menandakan sangking padatnya.
Pada malam rabu tanggal 21 juli 2010 beliau memimpin acara peringatan haul KH.M.Irsyad , ayahhandanya. Acara tersebut sudah rutin diadakan setiap tahunnya dan beliau tidak pernah absen memimpin acara tersebut. Dalam acara tersebut beliau masih terlihat bugar. keeesokan harinya setelah menunaikan sholat dzuhur berjamaah dengan para santri beliau merasakan sakit nyeri sehingga beliau dilarikan ke RSUD kudus dan dimasukkan ruang ICU. hari kamis legi tanggal 22 juli 2010 /10 sya’ban 1431 jam 08.00-09.00 beliau pulang kehadirat allah dengan raut wajah bahagia.
Sumber : Santri Jagalan