Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia
yang kegiatannya berawal dari pengajian kitab. Pada hakikatnya pesantren adalah
sebuah lembaga keagamaan yang memerankan fungsi sebagai institusi social,
menjadi sumber nilai dan moralitas, menjadi sumber pendalaman nilai dan ajaran
keagamaan, menjadi pengendali filter bagi pengembangan moralitas dan kehidupan
spiritual, menjadi perantara berbagai kepentingan yang timbul dan berkembang di
masyarakat dan menjadi sumber praktis dalam kehidupan. Dalam sejarahnya, pondok
pesantren pertama yang mengajarkan pendidikan islam adalah Pondok Pesantren
rintisan Sayyid Ahmad Rohmatullah atau yang bisa disebut Sunan
Ampel. Pondok yang di kenal dengan nama Ampel Denta ini menjadi pusat
kajian islam pertama di pulau Jawa. Menyandang status sebagai keponakan dari
permaisuri Raja Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir), membuat Sunan Ampel di
terima karena mendapat izin untuk menyebarkan agama islam di pesisir utara Jawa.
Diantara murid beliau yang kemudian hari melanjutkan dakwahnya adalah Sunan
Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Raden Fatah, dan lain sebagainya.
Tujuan
terbentuknya pondok pesantren yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia
berkepribadian islami, yang dengan ilmu agamanya dia sanggup menjadi seorang
tokoh agama islam di lingkungan sekitarnya.
Sebagai
lembaga pendidikan tradisional pondok pesantren memiliki tiga fungsi pokok yang
menjadi identitas (jati diri) pesantren, yaitu: pertama, transmigasi ilmu-ilmu
dan pengetahuan islam (transmission of Islamic knowledge), kedua, pemeliharaan
tradisi islam (maintenance of Islamic tradition /indigenous), dan ketiga,
reproduksi ulama (reproduction of ulama). Dalam menjalankan fungsi pertama,
pesantren mempunyai andil yang besar dalam upaya transmisi ilmu – ilmu agama
terutam yang berkaitan dengan Al –qur’an dan tafsirnya, Al- hadits, kitab –
kitab klasik terutama bidang teologi fiqh dan tasawuf. Konsep tafaqquh fiddin berfokus
pada upaya memahami Al –qur’an serta kitab – kitab lain sebagaimana telah
disebutkan.
Peran
dan fungsi pesantren tersebut seharusnya terus di pertahankan di saat semua
umat islam sekarang ini menghadapi dua tantangan besar, yaitu globalisasi neo –liberalisme
yang turut mengendalikan tatanan dunia baru dan munculnya model-model islam
berjenis lain yang di kenal fundamentalisme ekstrim, dengan watak yang keras,
kurang toleran dan tidak ramah dalam mensikapi persoalan yang muncul dan
dihadapi bangsa.
Disisi
lain, pada tingkat internal agar tetap eksis, seluruh pesantren di era global
juga seharusnya mempersiapkan diri secara memadahi. Pesantren hendaknya dapat
terlibat dalam aktifitas–aktifitas sosial kemanusiaan, menjadi agen perubahan
sosial (agent of change).
Selain
itu, agar tetap eksis pondok pesantren salaf juga harus mau mengikuti
perkembangan zaman khususnya dalam bidang teknologi dan informatika. Kemajuan
di bidang media dan informasi juga harus bisa diinovasikan dalam pendidikan
pondok pesantren. Penggunaan media sosial untuk publikasi pengajian kitab maupun
kegiatan pondok pesantren melalui media sosial semacam Youtube, Instagram,
Facebook, dan media lainnya harus benar –benar di aplikasikan. Jika pondok
pesantren tidak dapat mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan tehnologi, maka
lambat laun pesantren tersebut akan ketinggalan.
Berdasarkan indikator tersebut, dalam
melakukan dakwahnya, pesantren seharusnya tidak hanya berkutat pada masalah
internal (pengajaran dan pendidikan) kepada para santrinya, melainkan harus
berdakwah secara aktif dalam menekankan pada upaya-upaya penyelesaian masalah
yang berkembang di tengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan. Dalam
tugasnya melakukan pemberdayaan (empowerment)dan transformasi social. Pesantren
yang menempati posisi yang sangat penting itu tidak bisa terlepas dari peran
substansial dalam dakwah islam, yang antara lain berperan sebagai: fasilitator,
mobilisator, agent of change, dan center of excellence.
Sedangkan
KH. Sahal Mahfudz, memberikan rambu-rambu bagi pengelola pesantren, yakni
apabila pesantren ingin mempertahankan potensinya sebagai lembaga pendidikan
keagamaan (tafaqquh fi addin), maka pesantren harus melengkapi dirinya dengan
tenaga-tenaga yang terampil mengelola sumber daya di lingkungannya.
Demikianlah
beberapa tantangan yang harus dihadapi pondok pesantren salaf di era 4.0 ini.
Pondok pesantren harus bisa menghadapinya dengan melakukan perubahan dan
inovasi serta memperhatikan kondisi dan realita lingkungan sekitar. Semoga
pondok pesantren salaf semakin eksis dan bisa mencetak santri-santri yang
unggul baik dalam keilmuwan maupun akhlaq yang mulia.
Oleh: Ustadz Muhammad Isbah Kholili